Hukum sebagai Alat Rekayasa Sosial: Perspektif Prof. Mochtar Kusumaatmadja

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., merupakan salah satu tokoh hukum dan diplomat terkemuka Indonesia yang memberikan kontribusi luar biasa dalam dunia hukum internasional dan diplomasi. Lahir pada 17 Februari 1929 di Batavia (sekarang Jakarta), beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang akademisi , tetapi juga sebagai seorang pemikir dan praktisi hukum yang berperan penting dalam membentuk identitas hukum dan politik Indonesia di kancah internasional.

Setelah menyelesaikan pendidikan hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Mochtar melanjutkan studi di Yale Law School, Amerika Serikat, untuk meraih gelar Master of Laws (LL.M.) pada 1956. Beliau kemudian meraih gelar Doktor Hukum di Universitas Padjadjaran pada 1962 dan melanjutkan studi post-doktoral di Harvard Law School dan University of Chicago. Dengan bekal pendidikan tersebut, beliau kembali ke Indonesia dan mengabdikan diri sebagai pengajar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yang kemudian mengantarkan beliau menjadi Guru Besar pada 1970. Selain itu, beliau juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Unpad dan Rektor Universitas Padjadjaran ke-5 pada periode 1973-1974.

Kariernya tidak hanya dalam dunia akademik. Pada tahun 1974, Prof. Mochtar diangkat sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II, dan kemudian menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Pembangunan III dan IV antara tahun 1978 hingga 1988. Dalam peran ini, beliau memainkan peranan yang sangat penting dalam memperjuangkan konsep “Negara Kepulauan” Indonesia di hadapan dunia internasional. Salah satu pencapaian beliau adalah peranannya dalam merumuskan prinsip “Wawasan Nusantara”, yang pada akhirnya diterima dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat di perairannya yang luas.

Penghargaan atas dedikasinya di bidang hukum dan diplomasi datang dari berbagai negara dan lembaga internasional. Di antaranya adalah Bintang Mahaputera, Bintang Jalasena, serta gelar kehormatan dari negara-negara seperti Prancis, Korea Selatan, Filipina, dan Austria. Berbagai penghargaan tersebut menggambarkan pengakuan global terhadap kontribusi luar biasa Prof. Mochtar dalam membangun hubungan internasional yang kokoh untuk Indonesia.

Hukum Sebagai Alat Rekayasa Sosial: Perspektif Prof. Mochtar Kusumaatmadja

Hukum, bagi Prof. Mochtar Kusumaatmadja, bukan hanya sekedar seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia, tetapi lebih dari itu, hukum merupakan alat yang berperan penting dalam proses rekayasa sosial. Sebagai sebuah instrumen sosial, hukum memiliki kekuatan untuk membentuk, mengubah, dan mengarahkan perilaku masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan oleh negara atau komunitas tersebut.

Menurut Kusumaatmadja, hukum mempunyai peran sentral dalam menciptakan perubahan sosial menjadi lebih baik. Bukan hanya sebagai respons terhadap permasalahan sosial yang ada, hukum berfungsi untuk menciptakan norma-norma baru yang dapat merubah pola pikir dan perilaku masyarakat secara menyeluruh. Dalam konteks ini, hukum bukan hanya alat untuk menegakkan keadilan, tetapi juga sarana untuk membentuk struktur sosial yang lebih adil, merata, dan progresif.

Hukum Sebagai Alat untuk Mengubah Perilaku Masyarakat

Hukum sebagai alat rekayasa sosial dimulai dari kemampuannya untuk mengubah perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat. Setiap peraturan yang diterapkan memiliki dampak langsung terhadap cara berpikir dan bertindak masyarakat. Misalnya, dengan diberlakukannya hukum yang melarang diskriminasi rasial, gender, atau agama, hukum berfungsi untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap kelompok yang selama ini terpinggirkan atau mengalami ketidakadilan. Ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya bertindak sebagai alat pencegah perilaku buruk, tetapi juga sebagai instrumen untuk mengubah pola pikir dan sikap masyarakat secara fundamental.

Pembentukan Norma Sosial Baru

Hukum juga memainkan peran penting dalam pembentukan norma sosial baru. Dengan menetapkan peraturan yang mengatur hak-hak individu atau kelompok tertentu, hukum membantu masyarakat untuk menerima dan mengintegrasikan norma-norma tersebut dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh, melalui undang-undang yang mengatur hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pekerjaan, hukum berperan aktif dalam membentuk budaya kesetaraan gender. Norma yang semula mungkin dipandang tabu atau tidak lazim, lama kelamaan akan diterima sebagai bagian dari kehidupan sosial yang sah. Inilah salah satu aspek dari rekayasa sosial yang dilakukan oleh hukum, membentuk kesadaran dan pemahaman baru dalam masyarakat.

Hukum dan Pengaturan Struktur Sosial

Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan bahkan mengubah struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial yang ada seringkali mencerminkan ketimpangan, baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun sosial. Dengan merancang peraturan yang tepat, hukum dapat membantu menciptakan redistribusi kekayaan, akses yang setara terhadap layanan publik, atau peluang yang lebih adil bagi semua warga negara. Misalnya, kebijakan pembatasan kepemilikan tanah atau pemberian hak atas tanah kepada masyarakat adat bisa menjadi salah satu contoh bagaimana hukum dapat mengatur struktur sosial agar lebih adil dan merata.

Hukum dalam Menanggulangi Masalah Sosial

Salah satu tujuan utama dari hukum sebagai alat rekayasa sosial adalah menanggulangi masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Hukum, melalui undang-undang dan kebijakan, dapat dijadikan sebagai alat untuk merespons berbagai isu sosial yang berkembang, seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, kekerasan, atau pelanggaran hak asasi manusia. Hukum tidak hanya bertujuan untuk menjaga ketertiban, tetapi juga untuk memastikan bahwa solusi terhadap masalah sosial tersebut diterapkan secara adil dan efektif. Sebagai contoh, pemberlakuan undang-undang perlindungan anak atau undang-undang anti-kekerasan berbasis gender adalah upaya hukum untuk menciptakan perubahan sosial yang melindungi kelompok yang rentan.

Mengatur Perubahan Sosial Melalui Hukum

Perubahan sosial adalah keniscayaan yang selalu terjadi seiring perkembangan zaman. Teknologi, globalisasi, dan pergeseran nilai budaya mempengaruhi dinamika kehidupan sosial. Dalam hal ini, hukum berfungsi sebagai pengarah perubahan tersebut. Hukum dapat memfasilitasi perubahan sosial dengan mengatur norma-norma baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan zaman. Sebagai contoh, dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, hukum harus mengatur perlindungan data pribadi, hak cipta digital, dan penyalahgunaan teknologi untuk kejahatan. Dalam hal ini, hukum bertindak sebagai instrumen yang memastikan bahwa perubahan sosial berlangsung secara terstruktur dan tidak menimbulkan kerugian bagi individu atau kelompok tertentu.

Kesimpulan

Hukum sebagai alat rekayasa sosial, menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, berperan penting dalam menciptakan perubahan sosial yang diinginkan dalam masyarakat. Hukum bukan hanya berfungsi untuk menegakkan ketertiban dan mengatur hubungan antar individu lain, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk, mengubah, dan mengarahkan perilaku sosial, serta mengatur struktur sosial agar lebih adil dan sejahtera. Dengan demikian, hukum tidak sekadar reaktif terhadap masalah sosial, tetapi juga proaktif dalam menciptakan perubahan yang diinginkan. Sebagai alat rekayasa sosial, hukum harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan selalu mencerminkan kebutuhan serta harapan masyarakat yang terus berkembang.

Pemikiran dan Kontribusi di Bidang Hukum Internasional

Salah satu aspek yang membedakan Prof. Mochtar Kusumaatmadja dengan tokoh-tokoh hukum lainnya adalah fokus beliau dalam bidang hukum internasional, khususnya mengenai posisi Indonesia di dunia internasional sebagai negara kepulauan. Pada era 1970-an, di tengah perubahan geopolitik dan perkembangan hukum internasional, Prof. Mochtar memperkenalkan konsep “Wawasan Nusantara” yang menjadi landasan bagi Indonesia dalam mengelola dan mempertahankan kedaulatan wilayah perairan dan laut.

Konsep ini menjadi dasar bagi posisi Indonesia dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982, di mana Indonesia berhasil mengajukan klaim atas status negara kepulauan dan memastikan bahwa perairan di sekeliling Indonesia dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpecah. Pencapaian ini menunjukkan kejelian dan visi Prof. Mochtar dalam memperjuangkan hak-hak kedaulatan Indonesia melalui kerangka hukum internasional. Selain itu, Prof. Mochtar juga sangat aktif dalam mengembangkan pemikiran tentang hubungan antara hukum nasional dan internasional. Beliau percaya bahwa Indonesia perlu memiliki landasan hukum yang kuat untuk bisa bersaing di tingkat global, dan salah satu cara untuk mencapai itu adalah dengan mengembangkan sistem hukum yang dapat merespon tantangan global, terutama di bidang perdagangan, diplomasi, dan hubungan internasional.

Peran dalam Diplomasi Hukum

Di luar dunia akademik, Prof. Mochtar juga memainkan peran kunci dalam diplomasi Indonesia. Sebagai Menteri Kehakiman (1974–1978) dan Menteri Luar Negeri (1978–1988), beliau tidak hanya membawa pemikiran hukum Indonesia ke dalam diplomasi internasional, tetapi juga mengadvokasi prinsip-prinsip hukum yang sesuai dengan kepentingan negara. Salah satu pencapaian besar beliau adalah keberhasilan Indonesia dalam merumuskan konsep negara kepulauan dalam kerangka hukum internasional, yang diakui oleh dunia melalui UNCLOS 1982. Selain itu, Prof. Mochtar berkontribusi besar dalam menyusun kebijakan luar negeri Indonesia yang mencerminkan kepentingan nasional dan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip hukum internasional. Ia sangat berpegang pada ide bahwa hukum tidak hanya berfungsi sebagai aturan domestik, tetapi juga sebagai alat untuk memajukan posisi Indonesia di dunia. (MM)

Berita Terbaru

Agenda Mendatang

 

27-29

Mei

Rapat Kerja Untar 2024

1

Juni

Hari Lahir Pancasila

31

Juli

Batas Akhir Pendaftaran Mahasiswa Baru

9-14

September

Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator

1

Oktober

Dies Natalis ke – 62