Tanda tangan digital atau Tanda Tangan Elektronik (TTE) di Indonesia telah diakui sah secara hukum. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta revisinya, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2022. Berdasarkan Pasal 11 UU ITE, TTE diakui memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah apabila memenuhi syarat, di antaranya data pembuatan tanda tangan hanya terkait dengan penanda tangan, dikuasai sepenuhnya saat proses penandatanganan, dan terdapat metode identifikasi serta persetujuan terhadap dokumen elektronik yang ditandatangani.
Dalam regulasi, dikenal perbedaan antara TTE tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. TTE tersertifikasi dilakukan melalui penyelenggara yang terdaftar resmi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, menggunakan sistem enkripsi dengan standar tertentu. Sedangkan TTE tidak tersertifikasi dilakukan tanpa melalui penyelenggara resmi, sehingga dalam praktiknya tetap sah namun memerlukan proses verifikasi tambahan, terutama jika dijadikan alat bukti di pengadilan.
Penggunaan tanda tangan digital semakin penting dalam mendukung efisiensi dan keamanan transaksi. TTE memungkinkan penandatanganan dokumen dari jarak jauh dengan tingkat proteksi data yang lebih tinggi dibandingkan tanda tangan basah. Namun, budaya tanda tangan basah yang masih kuat di masyarakat menyebabkan implementasi tanda tangan digital belum optimal di berbagai sektor.
Ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (Untar), Lewiandy, S.H., M.A., LL.M., menyampaikan bahwa tanda tangan digital memiliki legitimasi hukum yang kuat dan layak digunakan secara luas.
“Secara normatif, tanda tangan digital sudah memiliki kekuatan hukum yang setara dengan tanda tangan basah, asalkan memenuhi ketentuan Pasal 11 UU ITE. Namun tantangan terbesar saat ini adalah membangun kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan tanda tangan elektronik,” ujar Lewiandy, S.H., M.A., LL.M.
Beliau juga menambahkan:
“Pendidikan hukum kepada masyarakat sangat penting untuk mempercepat adopsi tanda tangan digital. Fakultas Hukum Untar berkomitmen untuk terus mendorong transformasi digital di bidang hukum melalui riset, edukasi, dan kerja sama dengan berbagai pihak.”
Dalam sistem pembuktian hukum, TTE merupakan salah satu alat bukti sah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU ITE. Khusus untuk TTE tersertifikasi, keabsahan sudah dijamin melalui sistem yang dibangun oleh penyelenggara. Sedangkan untuk TTE tidak tersertifikasi, diperlukan pembuktian tambahan untuk menunjukkan bahwa tanda tangan tersebut memenuhi semua syarat formil yang berlaku. (MM/IA/GI)